Pada suatu masa, Ada Seorang bapak yang memiliki seorang Anak perempuan
yang sangat cantik dan sholehah (dan kebetulan sudah siap untuk menikah)
yang rencananya ingin segera dinikahkan olehnya, namun hanya dengan
pemuda Baik, Sukses yang tentunya Kaya Raya..
Sebenarnya si bapak bukanlah orang tua yang bersikap materialistis, Ia
melakukan semua itu hanya untuk kebaikan Putrinya kelak.. Supaya ia
tidak khawatir lagi jika Anaknya ia lepas ke tangan menantunya nanti..
Dan seolah bagaikan sebuah sayembara yang sulit ditaklukan/dimenangi,
setelah sekian lama, belum ada pemuda yang berhasil membawa persyaratan
yang sesuai keinginan beliau, ketika datang melamar putri satu-satunya
tersebut..
Pada suatu malam (ya, bisa juga di bilang masih cukup sore hari lah..
karena jarum jam baru menunjukkan pukul 19:40, kira kira Ba’da ‘Isya’
waktu setempat) datanglah seorang pemuda sederhana dengan mengusung niat
yang sama dengan pemuda lainnya yang telah mendatangi rumah itu, yakni
melamar putri si tuan rumah..
“Assalamu’alaikum…?”. Ucap si pemuda sembari mengetuk pintu, sebagaimana
layaknya adab (toto kromo) seorang muslim dalam bertamu.
“Wa’alaikum salam..!”, Jawab si Bapak bersamaan dengan terbukanya pintu,
dan seperti sudah terbiasa.. setelah mempersilahkan si pemuda masuk dan
mempersilahkannya duduk, si bapak tersebut langsung membuka pembicaraan
dengan tegas dan sedikit menyudutkan tamunya..
“Ada keperluan apa kamu datang kemari anak muda..? Apa kamu juga ingin
melamar anakku..?” Tanya bapak itu dengan ucapan sedikit keras, dan
tanpa menanyakan dulu siapa nama tamunya tersebut.
“Maaf Tuan, nama saya Fulan.. pemuda dari desa seberang sana, dan memang
benar kedatangan saya kemari ingin melamar putri Tuan”, Jawab pemuda
itu secara pelan pelan namun terlihat cukup tenang bagi orang yang belum
terlalu kenal dengan lawan bicaranya.
“Oo.. jadi namamu Fulan, baiklah.. tentu kamu tahu bukan..? seperti apa
kriteria menantu yang aku inginkan untuk Anakku..?” jawab si Bapak
sembari kembali mengajukan pertanyaan.
“Iya Tuan…” Jawab pemuda itu sangat singkat.
“Lantas, apa yang telah kamu raih dimasa mudamu ini..? atau paling tidak
ya.. apa yang kamu dapat dari keluargamu? dan apa pekerjaanmu..?”
Timpal si Bapak, yang mulai terdengar penasaran atau mungkin sudah tidak
sabar untuk segera memutuskan..
“Sebelumnya maaf Tuan, Aku belum memiliki apa apa dan semua yang ada
padaku adalah milik Alloh.. dan Alhamdulillah Orang tua saya telah
memberikan yang terbaik bagi anaknya ini.. yakni perngajaran perihal
agama yang terbaik.. juga cara menjalani kehidupan Dunia ini sesuai
dengan aqidah dalam agama Islam yang mulia ini. sedangkan pekerjaanku
hanyalah sebagai seorang kuli bangunan di sebuah proyek pembangunan
milik pemerintah di desa yang jaraknya tidak terlalu jauh dari desa
tempat tinggal saya, dan Alhamdulillah rejeki pemberian Alloh lewat
pekerjaan tersebut, cukup untuk biaya kehidupan saya, Alhamdulilah..”
Jawaban si Fulan dengan tenang, lagi-lagi cukup untuk menambah penasaran
sang tuan rumah.
“Maaf anak muda..! sebelum kedatanganmu ini.. telah banyak yang pulang
dengan tangan hampa, padahal mereka semua mempunya setatus ekonomi yang
jauh lebih menjanjikan dari apa yang kau tawarkan ini, lalu dengan apa
(jaminan) kamu akan menafkahi Anakku kelak, apabila pekerjaanmu hanya
kuli bangunan..!?”. kata-kata dan pertanyaan bapak itu terdengar seolah
menghakimi/menghardik keadaan dunia si Fulan.
“Maaf Tuan, saya berniat menikahi/meminang putri Tuan bukan karena saya
mampu apalagi menjamin tentang nafakah putri tuan.. lagi pula kalaulah
pekerjaan saya hanya kuli bangunan hingga nanti, Insya Alloh tetap mampu
mencukupinya.. jika diperbolehkan, saya ingin mengingatkan tuan
bahwasanya siapapun saya kelak, tetap saja saya tidak akan bisa untuk
menjamin kehidupan putri Tuan, apalagi menjamin nafkah bagi putri Tuan..
sesungguhnya Alloh SWT lah yang menjamin rejeki tiap tiap makhlukNya.
karenanya, mari kita serahkan urusan rejeki kepada yang Maha memiliki
dan Maha memberi.. yaitu Alloh SWT Tuan.. dan ingatlah bahwa menikah
juga termasuk pintu rejeki,Tuan.” Jawab pemuda itu lagi lagi dengan
sebuah ketenangan yang luar biasa.
“Astaghfirulloh…!” ucap si bapak sembari menundukkan kepala, sekilas terlihat seperti seorang yang sedang dimaki oleh atasanya.
“Maafkan saya tuan, maaf jika ucapan saya telah menyinggung perasaan
Anda. Saya hanya ingin berusaha untuk berbagi pandangan tentang
kehidupan Dunia ini saja.. toh sejatinya, kebenaran hanya milik Alloh
SWT,” ucap si Fulan mencoba meredakan situasi, karena ia mulai khawatir
jika orang tua yang ada dihadapannya tidak bisa menerima jalan
pikirannya.
“Apa maksudmu..!? lantas bagaimana pandanganmu tentang harta dan dunia
ini..? jangan sok mengguruiku anak muda…!”. Balas sang tuan rumah keras,
dan memang terlihat belum bisa menerima kebenaran yang di dengarnya.
“Begini tuan, seperti yang kita lihat bersama, Alloh menciptakan kita
(manusia) semua di dunia ini dalam bentuk yang hampir sama.. terlahir
dengan tanpa memiliki apa apa, bahkan juga tidak mampu berbuat apa apa
selain menangis ketika itu, namun apa yang terjadi di waktu dewasanya
kita yang sama-sama telah berusaha kerja untuk mencari harta Dunia?
apakah kita punya harta yang sama dengan orang-orang yang terlahir
bersamaan dengan kita..? tentu tidak Tuan, perbedaan rizqi yang ada pada
kita itu hanyalah salah satu bukti bahwa memang Alloh lah yang mengatur
Rizqi dalam hidup kita semua, sunguh masih banyak bukti yang lainnya.”
Jawab si Fulan mencoba menjelaskan.
Suasana menjadi sunyi seketika saat si Fulan selesai menjelaskan, dan si tuan rumah terlihat berpikir begitu dalam.
“Baiklah Fulan, rasanya Aku mulai mengerti jalan pikiranmu.. namun
bagaimana dengan Anakku..?, apa dia juga dapat kamu yakinkan dengan
penjelasanmu..?, Apa ia akan merasa bahagia jika hidup dengan
keterbatasan Dunia jika menikah denganmu..?” Tanya bapak itu, meski Ia
mulai yakin terhadap si Fulan.. namun kini ia mulai memikirkan tentang
putrinya, lebih tepatnya ia menghawatirkan akan keyakinan putrinya, ya..
meskipun ia tahu bahwa putrinya itu akan menerima apapun keputusannya.
“Tenanglah tuan, siapa pemuda di wilayah ini yang tidak tau tentang
sholihahnya putri tuan? sungguh tidak ada yang lebih mudah dari pada
meyakinkan perihal keyakinan dan Agama kepada orang yang taat dan
mengerti dalam uruasan beragama seperti putri tuan ini..? Sedangkan
untuk masalah kebahagiaan setelah pernikahan, kita bisa serahkan semua
itu kepada Alloh, dan tidak mungkin saya berani menjaminnya.. namun jika
memang kehidupan kami berdua kelak ditakdirkan untuk berhadapan dengan
pahitnya kekurangan harta Dunia, InsyaAlloh kami akan berusaha
menyelimuti kehidupan kami dengan manisnya madu keimanan dan ketaqwaan
kami kepada Alloh SWT..” jawab si Fulan dengan senyum ketenangan.
Di lain pihak, calon bapak mertuanya sudah mulai terlihat semakin yakin
terhadap si Fulan, yakin akan keputusannya untuk menerima lamaran yang
datang kali ini.
“Baiklah nak, dengan melihat ketenanganmu dan perjuanganmu meyakinkanku
seperti ini.. ada kesimpulan bahwa kamu jauh lebih layak menerima
putriku daripada mereka yang kemarin-kemarin datang kesini.. jika bukan
kau, mungkin yang datang dengan membawa status sebagai kuli bangunan
sepertimu, bisa jadi ia akan pulang setelah pertanyaan pertama dariku.”
ucap calon mertuanya itu terdengar sedikit memuji perjuangan si Fulan.
“Sungguh segala puji hanya bagi Alloh SWT. tuan.. jika tanpa
pertolonganNya, niscaya kedatanganku akan bernasib sama dengan pemuda
lainnya dan akan mendapat penolakan dari tuan..” sahut si Fulan
terdengar menolak mentah metah pujian dari calon mertuanya itu.
“Ahahaa.. sungguh aku tidak berbohong Fulan, kau adalah orang kedua
setelah putriku yang menolak pujian dariku, yaa.. meskipun pujian itu
datang dariku sendiri, putriku selalu menolaknya.” Jawab si calon mertua
dengan sedikit tertawa, dan sontak membuat si Fulan merasa heran.
Setelah tertawa beberapa saat, si bapak terlihat diam dan terlihat berpikir sangat dalam.. Keadaan pun menjadi hening seketika.
“Bismillah… Ini memang taqdir Alloh, Fulan…!, Dengan ini aku Abdul
Lathif, memutuskan untuk menerima niat baikmu.. yakni niatmu untuk
melamar putriku satu-satunya Aisyah..”. Ucap tuan rumah dengan tegas
berwibawa sambil mengangkat tangan kanannya, seakan sedang mengucapkan
sumpah.
“Alhamdulillah…! La haula wala quwwata illa billah…! Terima kasih tuan..” Ucap Fulan yag terlihat sangat senang kala itu.
“Tidak usah sungkan Fulan.. dengan restu dariku untukmu, maka kau boleh
memanggilku Ayah mulai sekarang.” Ucap Abdul Lathif disertai sebuah
senyuman keIkhlasan.
“Baik.. Ayah..!”. sambut si Fulan sembari latihan.
“Sebelumnya maaf Fulan, Aku tidak bermaksud mengusirmu… Berhubung waktu
telah larut malam dan untuk menghindari fitnah, alangkah baiknya jika
pertemuan kita disudah dulu sampai disini.”. Ucap tuan rumah mencoba
menutup pembicaraan.
“Baiklah Ayah, sungguh aku mengerti maksud Ayah… kalau begitu aku mau
pamit undur diri..”. ucap Fulan sambil menyalami tuan rumah untuk
berpamitan.
“Berhati-hatilah di jalan nak.. Oiya..! jangan lupa besok bawa orang
tuamu untuk datang kemari Fulan, ya.. aku memerlukannya untuk memilih
hari yang tepat untuk pernikahanmu”. pinta Abdul Lathif pada calon
mantunya itu.
“Baik Ayah…! InsyaAlloh besok akan aku ajak Beliau datang menemui Anda,
wassalamu’alaikum.!”. Ucap Fulan sebelum meninggalkan rumah itu.
“Wa’alaikum salam waroh matulloh…!” jawab Abdul Lathif.
“Ah… sungguh sangat beruntung aku bisa memiliki mantu seperti Fulan, Dia
memang bukan yang aku inginkan selama ini, ya… malahan dia jauh lebih
baik..” gumam dalam hati Abdul Lathif sambil mendatangi anaknya guna
memberi tahu kabar gembira tersebut.
Setelah tiba di ruangan belakang, dan bertemu putrinya, Abdul Lathif
menceritakan bahwa ia telah menemukan calon terbaik untuk putrinya
tersebut.
“Putriku Aisyah…!” Sapa Abdul Lathif sambil memeluk putri satu-satunya
tersebut, dengan raut wajah yang amat gembira terpancar diwajahnya.
“Subhanalloh…! Apakah gerangan, yang membuat Anda terlihat begitu
bahagia wahai Ayahku…?” Sambut Aisyah yang terkekejut juga sedikit
heran.
“Begini putriku tercinta.. Ayah tuamu ini berhasil mendapatkan calon
Imammu kelak…!”. Jawab Abdul Lathif, masih sama.. lagi lagi dengan
gembira Ia menyampaikannya.
“Sungguh Ayah..? lelaki kaya raya yang manakah yang sanggup menaklukkan
sayembara Tuan Abdul Lathif berserta hatinya wahai Ayahku..?”. Tanya
Aisyah, yang semakin terlihat penasaran.
“Ia adalah pemuda dari Desa seberang sana Putriku.. dan Ayah yakin kamu
tidak akan kecewa dengan pilihan Ayahmu ini”. Jawab Abdul Lathif, kali
ini dengan raut wajah yang terlihat serius.
“Sesungguhnya Ayah… siapa pun yang Engkau pilihkan untukku, Putrimu ini
akan menerimanya dengan senang hati Ayah..!, Apa lagi dengan lelaki yang
Baik, Sukses dan kaya raya seperti yang Ayah Janjikan”. Ucap Aisyah,
kini juga mulai terlihat serius.
“Sebelumnya.. maafkan Ayah nak.. Pemuda ini bukan dari kalangan yang
ayah inginkan, tapi kemuliaan hati dan pemikirannya, mampu menaklukan
dan meluluhkan kerasnya pendirian Ayahmu ini.” Jawab Abdul Lathif
mencoba meyakinkan anaknya.
“Alhamdulillah…!, ternyata benar dugaanku.. Ayahku pasti tidak akan
menjodohkanku dengan lelaki yang kaya Harta dunianya saja.. dan aku
yakin Ayahku pasti tau mana yang terbaik untuk putrinya ini,
Subhanalloh… Allohu Akbar..!”. Ucap Aisyah terdengar sangat bersyukur.
“Wah wah wah.. Ternyata benar sekali kata Fulan.. tidak ada yang lebih
mudah dari pada meyakinkanmu putriku. Aisyah, Kau benar benar putri yang
Sholehah..!”. Ucap Abdul Lathif teringat ucapan calon menantunya si
Fulan.
“Sungguh Ayah.. Segala puji hanya bagi Alloh..!”. Sahut putrinya itu singkat, namun jelas terdengar menolak pujiannya.
“Ahahaa…!”. Abdul Lathif langsung tertawa keras, ketika mendengar ucapan putrinya tersebut.
“Kenapa Ayah malah tertawa…? Bukankah benar jika tiada yang pantas
dipuji selain Alloh SWT..?” siapalah Aisyah ini Ayah..?” tanya Aisyah
merasa heran.
“Maaf Putriku… maaf bila Ayah tidak sopan terhadapmu, Ayah tertawa bukan
bermasksud untuk menertawaimu anakku… Ayah teringat perkataan Fulan
yang sama persis dengan ucapanmu tadi. ia juga menolak pujian dariku..
dan bagiku kalian sungguh sangat cocok.” Jawab Abdul Lathif menjelaskan,
namun masih terlihat sekali bahwa ia masih menahan tawa.
“Subhanalloh..! ternyata masih ada pemuda di zaman sekarang ini yang
menolak pujian untuknya Ya Alloh..!, Sungguh aku sangat ingin menemuinya
ya Robb.. namun dinding pembatas/pelindung antara kami masih terlihat
jelas dengan belum terlaksananya pernikahan kami.”. Ucap Aisyah didalam
hati.
Melihat putrinya tersenyum bahagia, Abdul Lathif pun sadar bahwa anaknya
merasa senang sebagaimana dirinya yang juga senang dengan terpilihnya
si Fulan.
“Sudahlah putriku.. Ayah dapat mengerti senyumanmu itu menandakan betapa
bahagianya dirimu. tidurlah nak.. waktu kini telah larut malam..” pinta
Abdul Lathif kepada putrinya agar cepat tidur.
“Terima kasih Ayah.. Wassalamu’alaikum..?” jawab Aisyah singkat sambil mencium tangan ayahnya. Sembari pamit menuju kamarnya.
“Baiklah, Ayah juga sudah mengantuk.. Wa’alaikum salam…!” ucap Abdul Lathif sambil melangkah menuju kamarnya.
Singkat cerita.. Hari yang dinanti pun telah tiba, Yakni hari pernikahan
Fulan dengan Aisyah. Pernikahan dua insan yang Sholeh dan Sholehah itu
berjalan lancar, meskipun tidak semeriah yang dulunya diinginkan Abdul
Lathif.. Ya.. memang menantu yang ia dapat bukanlah dari keluarga yang
mampu menyajikan pernikahan mewah.. namun Abdul Lathif sepenuhnya sadar,
bahwa Fulanlah yang akan menyajikan kehidupan yang terbaik untuk
putrinya. Menapaki kehidupan di dunia ini untuk menuju kebahagiaan kekal
di Akhirat kelak..
Setelah semua proses pernikahan telah selesai, Fulan dan Aisyah
menjalani hari-hari barunya dengan bahagia, meskipun kehidupan mereka
tidak berada di dalam kehidupan yang bergelimang harta dunia, namun
mereka hidup bergelimang keimanan dan ketaqwaan kepada Alloh SWT.
Sumber: http://cerpenmu.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar