Senin, 03 Maret 2014

Satu Tubuh

Suatu hari, di medan perang Yarmuk, dengan membawa sedikit air Khudzaifah bin Adi ra menemui saudaranya (anak pamannya) yang tergeletak penuh luka. Ketika menjumpainya, ia berkata kepadanya, ”Aku tuangkan air ini kepadamu!” Saudaranya pun memberi isyarat mengiyakan.

Ketika hendak menuangkan ke dalam mulutnya, terdengar suara, ”Ah, ah, ah.” Saudaranya itu memberi isyarat kepada Khudzaifah agar ia memberikan air itu kepada orang yang berteriak, merintih kesakitan itu.

Khudzaifah pun menghampiri orang itu. Dan ternyata ia adalah Hisyam bin Ash ra. ”Aku akan tuangkan air ini kepadamu,” ucap Khuzaifah dengan rasa iba. Hisyam pun memberi isyarat mempersilahkannya. Ketika hendak dituangkan ke dalam mulutnya terdengar kembali suara, ”Ah, ah, ah,” dari sampingnya. Hisyam memberi isyarat kepadanya agar memberikan air itu kepada orang yang berteriak sekarat itu.

Sesampainya di sana, Khudzaifah mendapati orang yang ditunjuk Hisyam telah menemui ajalnya, mati syahid. Lalu ia kembali berjalan pada Hisyam, namun Hisyam juga telah bertemu Allah SWT, wafat. Ia sedih. Setelah itu ia bergegas menemui kembali saudaranya. Namun sama, pamannya juga telah menemui syahidnya. Kisah ini dituturkan Imam Syanqithi dalam kitab Adhwaa al-Bayaan.

Fragmen ini menjelaskan bahwa setiap Muslim merasakan saudara Muslim lain adalah bagian dari dirinya. Mereka pun tidak memandang siapa yang diberi pertolongan olehnya. Tidak pula menolong karena tendensi demi kepentingan. Juga sampai tidak memandang bahwa saat itu dirinya pun sangat membutuhkan pertolongan. Bahkan meskipun kebutuhan itu berkait erat dengan hidupnya.

Ini adalah potret ukhuwah Islamiyah yang sebenarnya. Satu bentuk persaudaraan yang mengalahkan segalanya, sampai kepentingan untuk dirinya sendiri sekalipun, atau yang disebut dengan itsaar (mendahulukan orang lain meskipun dirinya membutuhkannya). Persaudaraan ini mengalahkan persaudaraan nasab, kedaerahan, suku, partai, kebangsaan, lintas identitas-identitas primordial dan lintas kepentingan.

Tepat kata Nabi SAW, ”Perumpamaan orang-orang mukmin dalam saling mencintai, saling mengasihi dan saling simpati mereka bagaikan satu tubuh; jika salah satu anggota tubuh merasakan sakit maka seluruh tubuh yang lain merasakannya dengan tidak bisa tidur dan demam.” (HR Muslim).

Nabi SAW mengibaratkan persaudaraan sesama Muslim dengan logika satu tubuh. Logika satu tubuh adalah logika saling terkait, saling merasakan, saling membantu dalam satu kesatuan. Dalam artian, ketika kita melihat saudara seiman kita kelaparan, dilanda sakit kita juga harus ikut merasakan dan membantunya. Begitu pula ketika kita senang, kita tak boleh lupa membagikan kesenangan kita pada saudara kita. Adakah itu ada di sekitar kita saat ini?

***

Sumber: ervakurniawan.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar