Yang…, melalui goresan tangan ini, kutuliskan apa yang kurasa saat ini.
Berat rasanya mengungkapkannya, namun
aku harus jujur dengan diri sendiri. Seharusnya aku mengutarakannya
namun apa daya aku tak mampu bertatap rupa dengan dirimu untuk menghalau
segala sesak di dada ini.
Aku harap engkau di sana baik-baik saja.
Harus ku akui bahwa engkau telah mencuri perhatianku, setiap kali ku lihat sosokmu, seisi dada bergejolak.
Ada rasa hendak menghianati pilihan hatiku.
Ada rasa hendak menghianati pilihan hatiku.
Parasmu yang teduh menyenangkan, berada
di dekatmu membuatku tak tenang. Di antara sekian Perempuan Cantik,
engkau tampak berbeda. Sosokmu indah dipandang, menjadi fokus perhatian
para lelaki.
Dek…, aku lemah… terlalu mudah jatuh hati, terlalu gampang terbuai pandangan mata.
Aku seorang laki-laki, lahir dari satu Perempuan. Apa yang telah kuikrarkan pantang kulanggar!
Saat ini di sini,
aku tegaskan untuk menahan dan membuang keinginan ini sejauh timur ke barat. Kutetapkan bahwa aku tak akan pernah melukai Istri Pertama, mengecewakan anak-anakku.
aku tegaskan untuk menahan dan membuang keinginan ini sejauh timur ke barat. Kutetapkan bahwa aku tak akan pernah melukai Istri Pertama, mengecewakan anak-anakku.
Aku tahu hal ini membuatmu sedih, namun
aku yakin ada yang terbaik menunggumu di sana. Berjalanlah terus, jangan
goyah, niscaya dia mendapatkanmu.
Diri ini tidak ingin dicaci mereka, tak mau aku dijauhi anak, enggan aku berbuat zinah.
Cukuplah satu istri saja. Itu lebih dari cukup!
Aku tak ingin diperhamba inginku, aku tak sudi dikendalikan hawa nafsu.
Aku tak ingin diperhamba inginku, aku tak sudi dikendalikan hawa nafsu.
Hati ini ada yang punya, dialah istri Pertamaku.
dan… sekali lagi Tak Ada Istri Kedua, Ketiga dst…!
Sumber: http://fiksi.kompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar