Setelah menunggu setengah hari, akhirnya surat pengumuman kelulusan
sampai juga, dan aku dinyatakan lulus, alkhamdulillah nilainya
memuaskan. Begitu pula sahabatku Astrid. Kami sangat bahagia, tidak sia-sia usaha giat dalam belajar akhirnya membuahkan hasil yang maksimum.
Meneruskan jenjang pendidikan ke Perguruan Tinggi adalah rencana kita. Dari berbagai banyak pertimbangan, akhirnya kita memilih UIN Yogyakarta. Setelah dinyatakan diterima, kami pun mencari tempat tinggal. Tiba-tiba teringat akan nasihat Ibu tercinta,
“Nduk,
carilah ilmu sebanyak-banyaknya, tidak hanya ilmu duniawi saja, tetapi
ilmu akhirat pun harus dicari dan diamalkan. Tujuan hidup kita adalah
bahagia dunia akhirat. Jagalah diri kalian masing-masing dan hiduplah
dilingkungan orang-orang yang sholeh, ibu hanya bisa mendoakan dari
sini. Semoga kalian sukses dunia akhirat.” Di ucapkan dengan suara
halusnya.
Akhirnya kami memutuskan untuk tinggal di sebuah pesantren yang letaknya
tidak jauh dari kampus kami. Astrid adalah sahabat dekatku, sejak
SD,SMP,SMA, bahkan sekarang di PT kami pun bersama. Suka duka kami
rasakan bersama. Tetapi ada satu hal yang membedakan kami, yaitu masalah
percintaan. Astrid jagonya dalam menggaet cowo manapun yang disukainya.
Hampir tidak terhitung berapa banyak cowo yang di deketin. Beda halnya
dengan aku, aku belum berani untuk bermain-main dengan hati. Entah aku
tidak peduli dengan orang-orang yang menganggap aku tidak butuh seorang
pendamping hidup. Yang aku pikirkan saat ini belajar dengan sungguh-sungguh.
***
Hari pertama masuk pesantren membuat aku terkejut dengan keadaan di
pesantren, aku yang terbiasa hidup dalam keadaan rapi, suasana yang
tenang, kini semua itu berbanding terbalik. Sungguh membuat aku ingin
pingsan seketika. Barang-barang berserakan tidak jelas dimana tempat
aslinya, disetiap sudut-sudut tembok terdapat tumpukan baju yang tidak
rapi, entah itu baju bersih atau kotor, keadaan kamar mandi yang begitu
menjijikan membuat aku tidak ingin memasukinya. Ya Allah inikah tempat
yang di inginkan Ibu untuk aku tempati..?? sejenak aku menganggap Ibuku
kejam, tega membiarkan anaknya hidup dalam keadaan seperti ini. Tetapi
pikiran buruk itu aku buang jauh-jauh, karena aku yakin Ibuku ingin aku
menjadi anak yang terbaik.
“Apa kamu yakin mau tinggal ditempat ini?” tanya Astrid kepada ku..
“Yakin..! kenapa tidak.....?” dengan tegas aku menjawabnya.
Mendengar
jawabanku yang meyakinkan, Astrid pun ikut yakin untuk tinggal di
pesantren ini. Kami berdua berjalan mencari kamar yang disediakan untuk
kami. Tetapi belum ketemu-ketemu, karena tempatnya begitu luas.
Tiba-tiba ada seorang santriwati menghampiri kami,
“Assalamu’alaikum ya ukhti..?”
“Wa’alaikumsalam.. ukhti..”
“Afwan, ukhti-ukhti ini santri baru ya?”
“Ia
benar, perkenalkan saya Keyla dan ini teman saya Astrid, kami sedang
mencari kamar yang disediakan untuk kami. Tetapi kami belum
menemukannya..”
“Ohh..saya aminah, afwan ukhti ! sebaiknya ukhti soan
ke ndalem dahulu.. nanti disana bertemu dengan Abah dan Umi. Nanti baru
kami tunjukan kamar yang bisa ukhti tempati..”
“Soan ? Ndalem?” Astrid seketika terkejut.
“Ya ukh, soan itu seperti halnya orang bertamu, sedangkan ndalem itu tempat tinggalnya Kyai. Mari saya antar ke ndalem”
Aku dan Astrid saling
menatap dan tersenyum bersama, dan akhirnya kami ikuti santriwati itu
ke ndalem. Letaknya tidak terlalu jauh dari asramanya. Sesampainya di
depan ndalem lalu santriwati itu mengetuk pintu, dan mengucapkan salam.
Melihat sikap dan tingkah laku santriwati itu sangat sopan. Kami heran,
di zaman Agnes Monica ternyata masih ada orang seperti Siti Nurbaya.
“Assalamu’alaikum.....??”
“Wa’alaikumsalam..” dari arah dalam Umi menjawab salamnya.
“Ngapunten Umi, niki wonten santri enggal bade soan.”
“Ya silahkan masuk, sebentar nunggu Abah ya.”
“Nggihh...” kami serentak menjawabnya.
Aku dan Astrid hanya diam dan tersenyum ketika mendengar percakapan diantara Bu nyai dan santrinya.
Abah
pun keluar, dan kami duduk di ruang tamu bersama Umi dan Abah. Aku
memulai pembicaraannya dengan sedikit deg-degan karena berhadapan dengan
seorang Kyai.
“Maaf Abah Umi, kita dari Semarang. Perkenalkan nama
saya Keyla Nur Istiqomah, dan ini teman saya Astrid Pangesti. Kami
berniat untuk masuk ke pesantren ini”
“Ya kami ucapkan selamat
datang. Yang terpenting ketika belajar dipesantren adalah sabar dan
istiqomah, insya Allah bisa dan semoga ilmunya bermanfaat.”
Itulah
sepenggal nasihat dari Abah. Setelah mendengar berbagai nasihat dan
cerita dari Abah dan Umi. kami pun pamit dan menuju ke asrama. Tiba-tiba
Umi menghentikan langkah kami.
“Sebentar mba Keyla, di ndalem ada
kamar kosong, berhubung putri kami sekarang kuliah di Amerika. Ada
baiknya jika kamarnya diisi mba Keyla dan mba Astrid. Bagaimana?”
Sejenak
kami berdiam, dan serentak menyetujui tawaran Umi untuk tinggal di
ndalem. Karena pertimbangan dari pada kamarnya kosong, sedangkan di
asrama sepertinya penuh, jadi untuk sementara kami disuruh untuk
menempatinya untuk menggantikan anak bungsunya yang sekarang kuliah di
Amerika.
“Ternyata jika hati kita ikhlas menerimanya, maka kita
diberikan yang terbaik untuk kita, buktinya kita menempati tempat yang
nyaman dan bersih seperti ini.” Astrid hanya tersenyum mendengar
ucapanku.
Kami mulai merapikan barang-barang kami. Dan tidak terasa
waktu ashar pun tiba, kami siap-siap berangkat jam’ah dan memulai
aktivitas mengaji. Diawal pertemuan kami pun memperkenalkan diri kami di
depan banyak santri. Ternyata begitu banyak santrinya, ada yang masih
kecil ada yang remaja dan ada yang dewasa. Jelas saja karena pesantren
ini dibuka untuk umum.
***
3 tahun sudah aku dan Astrid menetap di pesantren. Kuliah pun berjalan
dengan lancar. Kini aku semester 7, itu artinya harus lebih giat dan
serius untuk menggarap skripsi.
Tiba-tiba Astrid menepuk punggungku dengan tangannya ketika aku sedang duduk asik sambil baca buku.
“Key, kamu tau tidak, santri-santri sedang asik berbincang-bincang tentang apa?”
“Tidak,
memang apa? Awas loh jangan nggosip lagi seperti kemarin-kemarin. Ntar
kamu yang terjebak sendiri...!” aku mewanti-wanti sahabatku karena
memang kupingnya diman-mana.
“Kata santri, bentar lagi putra Abah yang di kairo pulang.”
“Ah kata siapa kamu? memang Abah punya putra yang di kairo?”
“Yaah
sahabatku yang satu ini ketinggalan berita. Abah memang punya putra
yang kuliah di kairo, sudah 4 tahun belum pernah pulang. Denger-denger
si ganteng. Heheeee..”
“Mulai deh kamu. Cowo mana aja kamu gebet...” Ledek ku pada Astrid.
“Biarin. Awas loh kalo kamu sampai naksir.”
“Astrid senyum-senyum sendiri, sepertinya dalam pikirannya membayangkan yang aneh-aneh.”
“Ketimbang
kamu naksir sama orang yang belum jelas, siapa itu namanya? Zulfi ya.
Hanya sekedar di dunia maya. Kalau cowo itu gentle, pasti dia sudah
menemui kamu. Coba kamu pikir key, sudah 2 tahun lamanya kamu dekat
dengan cowo, dan itu pun hanya dalam sebuah jejaring sosial Facebook.
Sedangkan kamu belum tau wujud aslinya seperti apa, keluarganya
bagaimana. Kapan kamu bertemu? “Dan yang aneh lagi kenapa kamu bisa suka
dan mempertahankan dia. Padahal cowo-cowo yang ada di sekitar kita
banyak yang ngantri buat ndapetin kamu. Tapi sayang tidak ada yang kamu
respon satupun. Kamu sadar gak sih key....???” Dengan panjang lebar
Astrid berusaha menyadarkanku.
“Aku tidak tahu kenapa aku bisa
mempunyai keyakinan dengan Zulfi. Meskipun hanya di dunia maya. Aku
nyaman, aku tenang, aku baru merasakan perasaan seperti ini. Kamu tahu
aku belum pernah berpengalaman dekat sama laki-laki. Mungkin ini kuasa
Allah. Belum saatnya untuk bertemu dengannya. Aku terus berharap suatu
saat nanti aku bisa bertemu dengannya.”
“Mau sampai kapan key?? “
“Aku
hanya bisa sabar, dan menanti takdir Allah. Sudah lah kamu tidak perlu
pusing memikirkan aku ya. Aku punya sahabat sepertimu saja sudah merasa
bahagia, dan cukup untuk menjadi teman keluh kesah, canda tawa. Aku
sayang kamu Astrid.....”sambil memeluknya aku teteskan air mata
dipipiku.
“Aku juga sayang kamu key, kamu sahabat terbaik ku. Aku
tidak akan pernah melupakanmu. Jika memang menanti laki-laki itu membuat
kamu bahagia, akupun ikut bahagia. Sudah ya jangan nangis lagi. Ayo
dong senyum.” diusaplah airmata dipipiku olehnya. Dan setelah itu kami
tersenyum bahagia.
***
Ternyata benar apa yang dikatakan Astrid 1 minggu yang lalu. Putra Abah pulang.
“Astrid
!!! benar apa yang kamu katakan 1 minggu yang lalu, putra Abah pulang,
nanti sore insya Allah sampai di rumah. Tadi pagi Umi bilang padaku
kalau putranya pulang dan diperkirakan sampai rumah nanti sore. Jadi
kita disuruh nyiapin makanan untuk nanti sore.”
“Asiiik, akhirnya aku ketemu cowo ganteng. Hhehe..”Astrid kegirangan.
Terdengar
suara mobil didepan. Seorang laki-laki berpostur tubuh tinggi berkulit
putih dengan wajah yang menenangkan jika dipandang, dan senyuman yang
sangat manis turun dari mobil, dan mencium tangan Abah dan Umi. Apakah
dia putranya yang digemari banyak santriwati.? Aku dan Astrid mengintip
dari jendela.
“Waahhh gantengnya,, lihat key.!! Memang benar-benar ganteng ya.,” Astrid memujinya.
Abah
Umi dan putranya duduk bersama di ruang tamu, terlihat sangat bahagia
karena putranya yang dibanggakan akhirnya pulang dengan selamat. Karena
sekitar 4 tahun mereka tidak bertemu, dan akhirnya rasa kangen yang
terobati dengan kembali berkumpul.
Aku dan Astrid mengantarkan
minuman keruang tamu. Aku hanya bisa menundukan kepalaku, karena rasa
malu yang luar biasa, dan jantung yang berdetak begitu kencang membuat
aku nerves ketika mengantarkan minuman. Astrid ada di depanku membawa
makanan ringan.
“Terimakasih, ini santri-santri yang tinggal di sini.” Ucap Umi memperkenalkan kami pada putranya.
Setelah
selesai menyuguhkan makanan dan minuman, kami pun kembali ke kamar.
Astrid senyum-senyum terus karena merasa senang bertemu dengan laki-laki
ganteng.
“Ganteng banget key, aku benar-benar menyukainya. Aku
memimpikan punya pendamping hidup seperti dia key. Bagaimana menurutmu
key?”
“Apa dia mau sama kamu,, hehe” nadaku bercanda.
“Ah kamu, sahabat lagi bahagia palah di ledekin, gak asiik ah.,” kesal Astrid padaku.
“Sudah-sudah yuk belajar, besok ujian kan..” ajaku pada Astrid.
***
Sebelum aku baringkan tubuhku diatas ranjang, tiba-tiba aku ingin
membuka Facebook, barangkali ada pesan dari Zulfi, laki-laki yang selama
ini ada di hatiku. Dan ternyata benar dia kirim pesan.
“Keyla, aku
sekarang sudah di indonesia, 2 hari yang lalu aku sampai dirumah.
Bagaimana keadaanmu, baik-baik saja kan? Aku ingin bertemu. Aku tunggu
besok ba’da dhuhur di masjid Ar-Rahman dekat pesantren kamu. Aku harap
kamu bisa datang. Aku ingin perkenalkan kamu pada orang tuaku.”
Aku
kaget, senang, takut, campur aduk gak jelas. Entah apa yang akan aku
lakukan. Sampai malam pun aku tidak bisa tidur karena teringat pesan
itu. Dan akhirnya aku ambil air wudhu dan shalat tahajud.
“Ya Allah Dzat yang Maha membolak mbalikan hati,
Aku serahkan semua urusanku padaMU
Berikanlah yang terbaik untukku ya Rabb
Jika memang laki-laki yang aku nanti adalah jodohku
Maka berikanlah kesabaran dalam penantianku
Dan jika laki-laki yang aku nanti bukan untukku
Maka balikanlah hati ini, dan berikanlah rasa ikhlas”
Setelah selesai bermunajat hati dan pikiranku mulai tenang.
Waktu
dhuhur telah tiba, kini saatnya aku siap-siap untuk menemui Zulfi
ditempat yang di janjikan. Astrid tidak mengetahui pertemuanku dengan
Zulfi, karena aku takut dia marah-marah pada zulfi yang telah
menggantungkan perasaanku selama 2 tahun. aku datang menemui Zulfi
sendirian.
Ketika aku sampai di masjid, aku terkejut seketika. Di
dalam masjid ada Abah, Umi, putranya dan ternyata Astrid juga ada dan
beberapa santri. Aku bingung kenapa mereka semua berkumpul disini, apa
mereka tahu kalau aku mau menemui laki-laki yang aku nanti? Lalu aku
berjalan mendekati mereka.
“Keyla, sini mendekat.” Ucap Umi memanggilku untuk mendekat.
“Apa kamu mencari sosok laki-laki yang menjajikan akan menemuimu di masjid ini?”
“Benar Umi..”
“Ini
laki-laki yang selama ini kamu nanti, anak Umi, namanya Ahmad Zulfikar.
Umi sudah mendengar banyak cerita dari Astrid. Kesetiaanmu menunggu
pasangan hidupmu kini sudah terjawab. Umi bangga kepadamu. Kamu begitu
sabar menantinya. Ahmad juga sering cerita sama Umi lewat telfon kalau
dia mengagumi seorang perempuan. Dan tidak disangka kalau ternyata
perempuan itu akan nyantri dipesantren ini. Makanya untuk mengenal lebih
dekat kami tempatkan kalian di ndalem” Umi menceritakan kejadian
sebenarnya.
Aku semakin bingung dengan keadaan ini semua. Ingin
rasanya lari meninggalkan masjid ini, tapi sulit bagiku. Aku pun hanya
terdiam dalam wajah kebingungan.
Zulfi pun angkat bicara,
“Aku lah Zulfi Key, mau kah kamu menyempurnakan separuh agamaku??”
Detak
jantungku semakin kencang, mulut tidak bisa berucap sekatapun. Hanya
kedua mataku yang langsung mengarah ke Astrid sahabatku. Karena aku tau
kalau dia mengharapkan untuk menjadi pendamping Gus Ahmad. Astrid
mendekatiku,
“Tenang sayang, aku hanya mengaguminya, dia untukmu. Aku
bahagia akhirnya laki-laki yang kamu nanti sudah jelas wujudnya
sekarang. Dan dia melamarmu key. Ayo ini saatnya kamu ungkapkan
perasaanmu yang sudah lama kamu pendam key”
“Bagaiman key,” tanya Zulfi.,
“a..a...a.kuu terima...” jawabku gemetar.
“Alkhamdulillah...”
serentak orang yang ada didalam masjid. Kini aku merasakan suasana yang
selalu bahagia mengiringi langkahku untuk melewati hari demi hari.
Seusai
wisuda, Zulfi, yang sekarang aku panggil Gus Zulfi, karena dia putra
Kyai, datang kerumah dan segera diselenggarakan acara Ijab Qobul.
Mungkin
ini yang dinamakan barokahnya berbakti kepada orang tua, yang pada
akhirnya aku hidup di pesantren, sehingga aku bisa bertemu dengan cinta
sejatiku. Dan keikhlasan dalam menanti akhirnya berbuah manis.
***
Sumber: lokerseni.web.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar